Selasa, 12 April 2011

Prince Cafe

“Permisi !” Sapa seseorang diiringi decitan pintu cafe. Selang berapa detik muncul wajah seorang gadis dengan ekspresi takutnya.
“Bagus. Hari ini kamu datang terlalu pagi lagi Zizi !” Jelas saja itu sindiran bukan sebuah sambutan dengan konten memuji. Dan, sambutan yang lebih tepatnya sindiran itu hanya di respon dengan cengiran dari sang empunya nama ,Zizi. Sang pengikrar sindiran itupun melirik jam tangannya, 08.14 sudah lewat 14 menit dari jam seharusnya gadis itu datang.
“ SATU MENIT DARI SEKARANG, KALAU KAU TIDAK SIAP DENGAN BAJU KERJAMU KAU TIDAK DAPAT MAKAN SIANG !” Teriaknya pada gadis yang diketahui namanya Zizi itu di iringi kesangaran yang terpancar dari si Diktator-yang-suka-marah. Itu lah menurut Zizi.
“Ah, tidak mungkin Kak. Satu menit tidak mungkin cukup.” Pinta Zizi dengan nada memelas, dan tanpa nada berdosa.
“LAKUKAN ATAU TIDAK SAMA SEKALI !” Kali ini dibalas dengan nada berurat dari tenggorokan. Tangannya pun ikut mencerca gadis itu dengan memegang sebuah buku nota yang siap dilemparkan ke gadis itu.
“Hyaa ! Ampun, baik. Satu menit!” Decaknya pasrah, menyerah karena takut dan terkejut.
“Sekarang 30 detik !” Yap, waktu sudah banyak berlalu karena argument Zizi sendiri yang membuat si Diktator tambah geram.
“APA ? Kyaa !” Celosnya sambil berlari pergi. Bag Big Bug !
“Kak Rafael, kak Rafael, dia hanya terlambat sebentar udah kamu marahin sampai segitunya.” Ujar seorang bernama Morgan sambil menepuk bahu sang Diktator yang memiliki nama asli Rafael itu.
“Kalau dia melakukannya terus, sudah berapa banyak waktu yang dia buang. Hah ?!” Gumamnya sambil memandang Morgan curiga.
“Kau membelanya ?” Tanya Rafael dengan lirikan curiga.
“Ah, tidak.” Desah Morgan lalu meninggalkan Rafael ke dapur cafe.
Tiba-tiba Zizi muncul dari ruang ganti sambil berujar “AKU SIAP !”
“Kau tidak dapat makan siang.” Dengan santainya Rafael berkata dan pergi melanjutkan aktifitasnya di kasir.
“Huft !” Desis Zizi. Dia terlambat 3 menit lebih dari waktu seharusnya. Dia tidak memikirkannya makan siang lagi, dan mulai bekerja mengelap semua meja dan menata semua peralatan dapur.
^shalina^
Pukul 9.00. Waktunya Cafe Rakiramob atau biasa disebut cafe Angel karena pelayan sekaligus pemiliknya yang terdiri dari 5 bidadari tampan, untuk menyambut tamunya.
Tidak lama, masuklah segerombolan mahasiswi masuk ke cafe itu dan langsung disambut senyuman hangat dari Bisma salah satu dari 5 angel tadi.
“Selamat datang!” Ujarnya ramah sambil mempersilahkan masuk.
“Aah. Dia sangat manis !” Desah seorang mahasiswi kegirangan karena berhasil melihat  senyum si cute Bisma.
“Aku sudah bilang, di sini pelayannya tampan-tampan.” Balas seorang mahasiswi lainnya yang di setujui teman-temannya dengan mengangguk dan segera duduk.
“Permisi, mau pesan apa?” Ucap Zizi dengan ramah kepada segerombolan mahasiswa itu.
“Katanya di sini pelayannya tampan-tampan, tapi kok ada itik buruk rupanya sih!” Sindir seseorang kepada teman-temannya yang memiliki pemikiran sama mengenai Zizi. Ah, kesal. Pasti. Itulah yang dirasakan Zizi.
“Ehem. Bisa jawab pertanyaan saya mbak ? Kalian mau pesan apa ?” Gerah Zizi kepada mahasiswi-mahasiswi itu.
“Tidak ramah sama sekali kau ini!” Cerca seseorang bername tag Putri Ranita, seorang mahasiswi ekonomi sepertinya.
“Baiklah, maaf.” Sergah Zizi sambil tersenyum dan sedikit membungkuk.
“Kami tidak mau dilayani itik buruk rupa yang tidak ramah seperti kau! Aku mau dia yang melayani!” Bentak mahasiswi tadi yang sepertinya adalah ketua geng kelompok itu, sambil menunjuk Rafael yang terus memperhatikan Zizi dan mahasiswi itu. Rafaelpun terkejut.
“Aku mau dia !” Salah seorang mahasiswi lainnya menunjuk Morgan yang sedang memegang kotak sampah.
“Dia !” Seru yang lainnya menunjuk Bisma yang sedang mengelap kaca pintu.
“Dia imut.” Tunjuk seorang lainnya lagi kepada Rangga.
“Hey ! Siapa namamu ?” Tanya salah seorang mahasiswi lainnya juga pada Dicky yang sedang menyiapkan bahan makanan di dapur.
Gleg. Seperti ada biji salak yang menyumbat leher Zizi. Dia terkejut, kemudian terpaku.
Kelima lelaki tampan yang tadi disebut satu persatu datang mendekat.
“Kau di dapur saja.” Bisik Rafael pelan kepada Zizi, dan dibalas sebuah anggukan dari Zizi.
^shalina^
Tidak berapa lama tamu-tamu terus berdatangan, dan hampir semuanya adalah perempuan. Zizi sedikit kesal dengan suasana ini. Karena bekerja dengan setengah hati, dia melakukan suatu kesalahan. Sikutnya tidak sengaja menyenggol gelas yang akan di cuci.
PRAANG !
Zizi terkejut dan panik. Semua mata memandang ke arah dapur yang terlihat dari sebuah jendela lebar yang menghubungkan dapur dengan ruang utama.
Rafael tersenyum meminta maaf atas kegaduhan tadi kepada seluruh pelanggannya dan segera ke dapur.
“KAU INI CEROBOH SEKALI !” geram Rafael kepada Zizi yang masih diam keringat dingin.
“CEPAT BERSIHKAN DAN KEMBALI BEKERJA!” Lanjut Rafael menyadarkan Zizi dari keterdiamannya. Dan kembali ke aktifitasnya semula.
“Kamu baik-baik aja Zizi ?” Morgan muncul di ambang pintu dapur mencemaskan Zizi.
“Ah, tidak apa aku ceroboh sekali. Maafkan aku ya.” Jawab Zizi menatap Morgan sebentar dan kembali membersihkan pecahan gelas kaca yang berhamburan dengan brutalnya.
“Ah, tidak apa. Perlu kubantu ?” Tawar Morgan memperpanjang pembicaraan.
“Tidak perlu. Kau harus ke depan lagi, di sana masih banyak pelanggan.” Tolak Zizi mentah-mentah, sebenarnya Zizi sudah tahu gelagat Morgan padanya sejak dulu, maka dia selalu menghindari Morgan.
“AWW !” Tiba-tiba sebuah pecahan kaca melukai jari Zizi, disaat yang bersamaan dengan Morgan yang  hendak meninggalkankan jejaknya.
“Kau kenapa? Aah ! Tanganmu berdarah! Kamu duduk di bangku itu dulu, aku akan segera kembali.” Celosnya dan langsung pergi.
Tak berapa lama Morgan datang dengan kotak P3Knya.
“Ini hanya luka kecil ,Morgan. Tidak usah berlebihan deh!” Zizi mengibaskan tangan Morgan pelan dari tangannya.
“Tidak, ini bisa membuat jarimu infeksi. Harus segera diobati.” Bantah Morgan, membuat Zizi pasrah saja. Setelah selesai, Morgan menyuruh Zizi untuk tetap duduk dan Morganlah yang membersihkan semua pecahan tadi.
Morgan duduk di samping Zizi, bermaksud berbincang dengannya.
“Kau tidak kembali ke depan? Aku juga harus kembali bekerja.” Ujar Zizi, berharap Morgan segera pergi.
“Di depan para tamu sedang menikmati hidangannya masih-masing. Jadi aku tidak bisa mengganggu mereka.” Morgan berujar, mempertahankan suasana di dapur berdua dengan Zizi, yang sebenarnya sangat gabah dengan keberadaan Morgan yang selalu mendekatinya.
“Tapi, bukan berarti kamu bisa menggangguku kan?” Zizi mengajukan sebuah pertanyaan yang lebih tepat menjadi sebuah pernyataan itu. Dan hanya di respon dengan tawaan dari Morgan sambil mengusap poni Zizi dengan kasar.
“Haa! Poniku berantakan! Kau jahat !” Geram Zizi sambil memukul Morgan yang tidak berusaha lari namun malah tertawa. Dan membuat pemandangan menggeramkan bagi seorang Rafael yang tidak sengaja melihat saat tengah mencari Morgan.
“Sudah bermainnya ? Morgan kau harus ke depan. Dan, KAU ZIZI CEPAT SIAPKAN PESANAN INI ! Kalian ini terlalu banyak bermain-main!” Ucapan dan kemarahan Rafael mengejutkan Morgan terlebih lagi untuk Zizi yang langsung merasa bersalah.
“Dia sangat emosional.” Bisik Morgan pada Zizi dan melengos pergi. Zizi meneguk air ludahnya, membasahi tenggorokkannya yang tiba-tiba saja serat. Kemudian Zizi menunduk, takut menatap mata tajam laki-laki itu.
“Kau mengecewakan.” Singkat dan pelan yang diucapkan Rafael, namun membuat Zizi kembali menelan air ludahnya, tenggorokannya terbakar. Rafael meninggalkan Zizi begitu saja.
^shalina^
Sekarang jam 2 siang waktunya makan, dan Zizi benar-benar tidak mendapat makan siangnya dia memilih duduk di dapur. Aah, tapi dia tidak lapar. Dia masih mengkhawatirkan pikiran Rafael tadi saat melihatnya dengan Morgan. Kenapa? Ada alasannya pasti.
“Ayo makan!” Rafael muncul dan menarik tangan Zizi. “Bukannya aku tidak mendapat jatah makan, siang ini ?” Zizi bingung, jelas saja.
“Aku yang akan memberimu makan, bukan sebagai atasanmu tapi sebagai kekasihmu.” Desahnya pelan namun jelas. Membuat pipi Zizi merona, lalu mengerutkan dahi mengingat masalahnya.
“Bagaimana jika yang lain tahu?” Bisiknya masih mengikuti gerak-gerik Rafael yang menggenggam tangannya. “Lihat ! Itu jawabannya.” Tunjuk Rafael ke sudut cafe.
Zizi tertawa geli melihat itu. Morgan, Dicky, Bisma dan Rangga sedang di gerubungi gadis-gadis yang meminta mereka makan siang bersama. Rangga dan Bisma terlihat sangat menikmati, dan terus tebar pesona. Dicky hanya memasang tampang cengoknya, sedangkan Morgan terlihat sangat risih.
“Ayo! Kita tidak punya banyak waktu.” Rafael mengencangkan genggamannya dan kembali menyelinap. Aah ! Dia sangat kejam, tapi hebat. Pikir Zizi, sambil tersenyum sendiri.
^shalina^
“Kamu seperti anak kecil.” Rafael mendesis dan tangannya bergerak mengambil tissue lalu mengelap sudut bibir Zizi yang dikotori saus pasta.
“Kamu orang aneh, kak.” Cela Zizi dengan tampang polosnya.
“APA KATAMU ?” Decak Rafael, tangannya mulai menjauhi wajah Zizi.
“Iya, kamu aneh. Sering banget marah-marah ngga jelas kaya Diktator oh, Monster tepatnya.” “HEH ?!” Geram Rafael, siap menjitak dahi Zizi.
“Tapi tiba-tiba bisa berubah jadi pangeran.” Kata-kata Zizi meredamkan kegeraman Rafael dan berubah menjadi kegemasan.
“Kita seperti backstreet. Apa kita sedang backstreet kak ?” Pertanyaan Zizi sukses membuat Rafael tersedak. Zizi menyodorkan segelas air putih kepada Rafael. Rafael menarik tangan Zizi yang menggenggam gelas. Dan meneguk isi gelas itu.
“Kyaa! Ambil gelasnya aja, tanganku ngga perlu ikutan ditarik!” Seru Zizi terkejut. “Rasanya beda!” Jawab Rafael singkat dan kembali meneguk isi gelasnya sampai titik penghabisan. Menaruh tangan Zizi beserta gelasnya ke meja dan melanjutkan makannya.
Zizi terus menatap Rafael tidak berkedip, menunggu jawabannya. “Cepat lanjutkan makanmu! Nanti sore kamu kuliahkan? Perutmu harus terisi.” Rafael menyadarkan Zizi.
“Jawab.” Zizi menatap Rafael dalam. “Kupikir kamu sudah tau jawabannya.” Rafael buka mulut, dan balik menatap mata cokat Zizi.
“Kenapa?” Zizi jauh lebih penasaran lagi dengan mata Rafael. “Aku hanya belum siap.”
“Tidak. Kau malu.” Ucap Zizi singkat lalu bangkit berdiri dan meninggalkan Rafael yang terpaku.
“ZIZI ! TUNGGU !” Rafael berteriak berdiri, meninggalkan beberapa lembar uang dan mengejar Zizi yang terus berlari. Sialnya acar kejar-kejaran itu tidak berakhir sampai mereka berada di depan cafe. Zizi masuk ke dalam tanpa bersua lagi, dan hanya ditatap bingung keempat lelaki yang sedang terduduk lelah meladeni gadis-gadis agresif tadi. Dan Rafael, masuk menyusul. Menambah kecurigaan di keempat pasang mata tadi.
“Aku baru mengantar pesanan ke seberang sana!” Jawab Rafael tenang, persetan dengan pikirannya yang jauh dari damai.
^shalina^
Begitu sampai di cafe tadi, Zizi langsung masuk ke dapur menyelesaikan semua pekerjaannya dan berpamitan kepada orang cafe untuk pamit pergi kuliah.
“Biar kuantar !” Tiba-tiba Morgan menyahut.
“Biar aku saja, ada bahan yang harus kubeli, biar sekalian.” Ujar Rafael, di ikuti anggukan dari Morgan.
“Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri.” Zizi mencelos keluar cafe. “Aku pergi dulu, nanti aku kembali.” Ucap Rafael menyerbu keempat temannya dan berlari keluar cafe menyusul Zizi.
Rafael berhasil menggaet tangan Zizi yang memberontak dan menariknya ke arah mobil Rafael. Menyuruhnya masuk dengan paksa. Dan segera masuk ke kursi pengemudi dan menjalankan mobilnya.
“Jangan marah. Kamu akan tahu alasannya nanti, bukan sekarang.” Decak Rafael memecah keheningan mobil itu.
“Bahkan sampai aku matipun tidak apa. Aku ngga mau tau.” Balas Zizi datar sembari terus memandang jalanan. Kembali hening, Rafael tidak dapat menjawab.
Mereka sampai di kampus Zizi. Zizi bergerak melepas safebelt, namun tangannya di hentikan Rafael dan Rafael lah yang melepaskannya. Dan saat Zizi akan membuka pintu mobil itu tangannya kembali ditahan oleh Rafael. Rafael mencium kening Zizi tulus, lalu menatap mata Zizi yang beku namun berubah meleleh dengan perlakuan Rafael tadi.
“Maaf. Jangan marah lagi.” Ucap Rafael diiringi senyum mematikannya sambil mengusap rambut Zizi pelan. Zizi diam tidak menjawab, dan segera keluar dari pintu mobil. Jantungnya berdetak cepat.
^shalina^
“Kak! Kiriman lagi nih, kamu hebat kak bisa punya penggemar.” Tutur Dicky dengan nada iri. Sedangkan yang diajak bicara hanya menatap buket bunga kiriman itu dengan heran. Sedangkan gadis dibalik jendela dapur yang melihat itu, menatap dengan panas. Dan begitu Rafael melirik kearahnya, gadis itu hanya mengalihkan pandangannya.
Sudah beberapa hari ini, Rafael selalu mendapat kiriman bunga dan coklat dari seorang penggemar yang mengaku bernama Sarah. Dan hal itu sangat membuat Zizi geram.
^shalina^
Beberapa minggu ini Zizi, mengambil jam kerja di cafe itu mulai sore hari sampai malam hari. Karena pagi hari dia harus fokus ujian, jika sore hari otaknya sudah sangat lelah.
“Permisi!” Sahut seorang perempuan yang memasuki cafe dan seperti biasa Bisma menyambutnya dengan senyuman angelnya. Tapi bedanya, perempuan ini tidak seperti pengunjung cafe perempuanya yang langsung melting di tempat begitu mendapat senyuman seorang Bisma. Wajahnya sangat datar, ketika melihat Rafael barulah dia tersenyum.
Dia duduk di kursi paling ujung. Dan ketika Dicky mendekatinya untuk menanyakan pesanannya dia justru menolak.
“Aku ingin dia yang melayani.” Tunjuknya pada Zizi. Zizi heran, perempuan itu benar-benar aneh. Lalu mendekati perempuan itu.
“Baik, anda mau pesan apa?” Tanya Zizi ramah.
“Aku pesan hot capucino saja.” Jawabnya membalas keramahan Zizi.
“Hanya itu saja?” Tanya Zizi lagi, dan dibalas anggukan dari perempuan itu. “Baiklah, tunggu 15 menit.” Zizi segera berlalu, namun dia kembali ditahan.
“Bisakah aku memintanya menemaniku mengobrol?” Pintanya sambil menunjuk ke arah, Rafael. Zizi melirik ke arah Rafael yang sepertinya mendengar pembicaraan mereka karena cafe ini tidak terlalu besar. Zizi menatap Rafael dengan mata seolah berbicara “sudah-ikuti-saja”. Rafael menurutinya.
Tidak lama kemudian Zizi datang membawa secangkir hot capucino pesanan wanita tadi. Dan sang perempuan mengambilnya sambil tersenyum. Namun, tiba-tiba saja dia menyiramkan isi cangkir itu ke baju Zizi. Dan.
PLAAK !
“Aww !” Perempuan tadi sukses membuat perut Zizi kepanasan dan membuat pipinya merasakan yang jauh lebih panas. Yang Zizi bingungkan, kenapa ? Apa alasannya ?
Rafael syok! Dia akan bangun berdiri, namun didorong kembali oleh perempuan itu.
“Aku membencimu. Dan ini bayaran untuk rasa sakit hatiku yang kau buat, karena kamu berhasil mendapatkan Rafael !” Cerca sang perempuan membuat Zizi beku.
Perempuan itu menyeringai, mendekati Rafael dan mencium bibir Rafael. Zizi yang melihat hal itu merasa panas, lebih panas dari secangkir hot capucino, dan sebuah tamparan yang membuat pipinya merah. Dia tidak tahan, air matanya berdesakan di pelupuk mata. Zizi memutuskan untuk berlari, keluar. Dia belum pernah memperlihatkan air matanya di depan umum.
Rafael mendorong perempuan yang diketahui bernama Sarah itu. Rafael berlari, keluar cafe untuk mencari Zizi.
“Sarah ! Kamu memang nekat! Kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan hah ?! Dia itu bukan Rafa, pacar kamu! Ehm, lebih tepatnya mantan.” Ujar seorang perempuan yang tiba-tiba datang dengan panik dan memarahi Sarah. Sarah terdiam dan menangis, sejadi-jadinya. Dia menyadari bahwa dia sudah gila.
“Ayo pulang!”
“Maaf, mas-mas sekalian. Teman saya membuat kegaduhan.” Tutur teman Sarah itu kepada keempat lelaki tampan yang berubah menjadi lelaki cengok, karena bingung.
^shalina^
Rafael terus mencari Zizi, dia belum menemukannya. Ini sudah malam. Keadaan udara yang dingin membuat Rafael semakin panik. Masalahnya Zizi pergi dengan keadaan sangat berantakan, dan perih.
Rafael menemukan Zizi di sebuah atap gedung, di mana mereka dulu memulai pertengkaran dan merasakan jatuh cinta. Itulah yang dibilang benci jadi cinta.
Zizi terisak sambil merengkuh kedua lututnya. Punggungnya bergetar hebat. Mata Rafael masih dapat melihat dengan jelas kondisi itu. Dia mendekati Zizi dan mendekap tubuh dingin Zizi dari belakang. Menghujani rambut kelam Zizi dengan ciuman. Zizi terkejut, dan langsung memberontak, dia mendorong Rafael membuat Rafael tersungkur.
“Kau datang sebagai atasanku atau kekasihku? ” Tanya Zizi tajam.
“Zizi.” Gumam Rafael sedih, dia sedih melihat keadaan kekasihnya itu.
“Perempuan itu alasan yang tidak dapat kuketahui ?!” Interogasi Zizi pada Rafael yang berusaha mendekati Zizi.
“Iya.”  Desah Rafael lembut mulai membelai rambut sebahu Zizi.
“Bagus!” Zizi mencampakkan tangan Rafael. Dan berlalu meninggalkan Rafael. Jelas, Rafael tidak akan membiarkan kesalahpahaman ini. Dia menangkap tangan Zizi, meminta Zizi berbalik dan mendengarkan penjelasannya.
“Apalagi ?” Tanya Zizi sinis. Rafael langsung mendekap Zizi kepelukkannya.
“Aku mencintaimu. Dan aku tidak pernah menginginkan hal ini terjadi. Dia itu Sarah, dan aku baru mengetahui sosok bernama Sarah itu tadi. Lima hari setelah kita jadian, seorang perempuan yang mengaku sebagai teman Sarah mendatangiku dan menceritakan padaku semua mengenai Sarah. Dia menganggap aku sebagai mantan kekasihnya yang memiliki muka hampir serupa denganku. Dia depresi karena pacarnya meninggal. Dia menguntitku, dia juga mengetahui bahwa aku menyatakan perasaanku pada seorang perempuan. Dan dia berencana menyakitimu oleh karena itu dia mencarimu.” Rafael menjelaskan semuanya sambil terus mengelus rambut Zizi. Sedangkan Zizi hanya terdiam sambil terus terisak.
“Kamu ngerti ?” Tanya Rafael melepaskan pelukkannya. Zizi hanya mengangguk.
“Kamu mau maafin aku ?” Tanyanya lagi. Zizi mengagguk diiringi senyuman hangat dari Rafael. Rafael mencium kening Zizi lembut dan kembali mendekapnya.
“Lalu apa alasanmu selalu memarahiku ?” Zizi minta penjelasan.
“Kalau untuk yang satu itu aku cuma mengerjaimu.” Jawab Rafael datar, Zizi melepaskan dekapan Rafael namun ditahan oleh Rafael.
“Kau jahat!” Cembutut Zizi memukul tangannya ke bahu Rafael.
“Tapi aku pangeranmu kan?”
“Pede banget.”

From : Shalina Noviarti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar